1.
SAJAK
Kata sajak dikenal
dalam kesusastraan Indonesia. Penggunaan istilah ini sering dicampuradukkan
dengan puisi. Padahal, puisi berasal dari bahasa Belanda, dari kata poezie.
Dalam bahasa Belanda, dikenal dengan istilah gedicht.
Dalam bahasa Indonesia
(Melayu) hanya dikenal istilah ini mengandung arti poezie maupun gedicht
sekaligus. Istilah puisi cenderung digunakan untuk berpasangan dengan istilah
prosa, seperti istilah poetry dalam bahasa Inggris yang dianggap sebagai salah
satu nama jenis sastra.
Dengan demikian,
istilah ini lebih bersifat khusus, individunya, sedangkan puisi lebih bersifat
general, jenisnya.
Sajak adalah puisi,
tetapi tidak sebaliknya. Puisi bisa saja terdapat dalam prosa seperti cerpen,
novel, atau esai, sehingga orang sering mengatakan bahwa kalimat-kalimatnya
puitis (bersifat puisi). Menurut Putu Arya Tirtawirya, puisi menjadi suatu
pengungkapan secara implisit, samar, dengan makna yang tersirat, dimana
kata-kata condong pada artinya yang konotatif.
Sajak memiliki makna
lebih luas. Tidak sekadar hal yang tersirat, tetapi sudah menyangkut materi isi
puisi, bahkan sampai pada efek yang ditimbulkan, seperti bunyi. Karenanya, ia
terkadang juga dimaknai sebagai bunyi. Pada hakekatnya, ia mengundang kata
berasosiasi. Tidak berinterpretasi, bertafsir-tafsir.
2.
PANTUN
Pantun merupakan salah
satu jenis puisi lama yang sangat luas dikenal dalam bahasa-bahasa Nusantara,
pada umumnya terdiri atas empat baris yang bersajak bersilih dua-dua (pola
ab-ab), dan biasanya tiap baris terdiri atas empat perkataan.
Kata ini mempunyai arti
ucapan yang teratur, pengarahan yang mendidik, namun juga bisa berarti
sindiran.
Semua bentuk pantun
terdiri atas dua bagian: sampiran dan isi. Sampiran adalah dua baris pertama,
yang seringkali berkaitan dengan alam (mencirikan budaya agraris masyarakat
pendukungnya). Dua baris terakhir merupakan isi, yang merupakan tujuan dari
dibuatnya karya sastra ini.
Karena sampiran dan isi
sama-sama mengandung makna yang dalam (berisi), maka kemudian dikatakan,
“sampiran dapat menjadi isi, dan isi dapat menjadi sampiran.”
Pantun yang sering
dipakai berisi dua baris dan empat baris. Karmina dan talibun merupakan bentuk
turrunannya, karena memiliki bagian sampiran dan isi. Karmina merupakan versi
pendek (hanya dua baris), sedangkan talibun adalah versi panjang (enam baris
atau lebih).
Pantun adalah genre
sastra tradisional yang paling dinamis, karena dapat digunakan pada situasi
apapun. Dalam kehidupan masyarakat Melayu sehari-hari, ini termasuk jenis
sastra lisan yang paling populer.
Berikut tips dalam
menulis pantun :
1. Tentukan tema dan isi
2. Pilih dan tuliskan
baris kaliamat yang akan Anda jadikan sampiran, dengan mempertimbangkan jumlah
suku kata tiap baris dan persajakannya. Jumlah suku kata dalam satu
baris/kalimat terdiri atas 8-12 suku kata. Persajakan sampiran adalah A-B.
3. Tuliskan baris
kalimat yang merupakan isi pantun dengan mempertimbangkan jumlah suku kata tiap
baris dan persajakannya. Jumlah suku kata dalam satu baris/kalimat terdiri atas
8-12 suku kata. Persajakan sampiran adalah A-B. Pengungkapan isi harus memiliki
keselarasan bunyi dengan sampiran.
3. PUISI
Puisi adalah susunan
kata yang indah, bermakna, dan terikat konvensi (aturan) serta unsur-unsur
bunyi. Ciri umumnya adalah bahasa yang padat, penuh metafor.
Biasanya, ini dijadikan
sebagai media untuk mencurahkan perasaan, pikiran, pengalaman, dan kesan
terhadap suatu masalah, kejadian, dan kenyataan di sekitar kita.
Siapapun bisa menulis
puisi dengan berbagai cara dan dapat dilakukan kapan saja. Biasanya kepekaan
hati memiliki peran penting disini. Maka, bentuk tulisan ini juga sering diartikan
sebagai ekspresi hati.
4.SYAIR
Syair merupakan puisi
atau karangan dalam sastra melayu lama, dengan bentuk terikat yang mementingkan
irama sajak.
Adapun ciri-ciri Syair
adalah sebagai berikut:
1. Merupakan puisi
terikat.
2. Umumnya terdiri dari
empat baris, agak mirip dengan pantun. Perbedaannya adalah, empat baris pantun
merupakan dua baris sampiran dan dua baris isi yang berdiri sendiri. Sedangkan
bait syair merupakan bagian dari sebuah cerita yang panjang.
3. Jumlah kata dalam
satu baris tetap, yaitu 4-5 kata satu baris
4. Jumlah suku kata
dalam satu baris juga tetap, yaitu antara 8-12 suku kata dalam satu baris
5. Rima akhir juga
tetap yaitu a/a/a/a. Ada juga yang memiliki rima a/b/a/b, tiga baris dengan
rima akhir a/a/b, dan dua baris dengan rima a/b, namun ketiga bentuk syair
terakhir tidaklah popular.
Sedangkan dari segi
jumlah, syair diperkirakan menempati posisi kedua setelah pantun. Artinya,
bentuk sastra ini sangat populer pada masyarakat Melayu. Dari segi cara
penceritaan, ia bisa diklasifikasi menjadi dua, yaitu naratif dan yang non
naratif. Berdasarkan isi dan tema, bentuk naratif bisa dibagi kembali menjadi 4
jenis yaitu:
1. Romantic, sebagai
contoh: Bidasari
2. Sejarah, sebagai
contoh: Perang Makassar, Perang Banjar
3. Keagamaan, sebagai
contoh: Nur Muhammad
4. Kiasan, sebagai
contoh: Ikan Terubuk
Sedangkan syair
non-naratif terbagi kembali menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Agama
2. Nasihat
3. Di luar tema-tema
tersebu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar